Senin, 17 Maret 2008

Aturan Menara Bersama Mulai Diberlakukan

[Detik] - Aturan menara telekomunikasi bersama mulai efektif diberlakukan seiring diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen). Dalam aturan itu, pelaksanaan bisnis menara hanya boleh dijalankan perusahaan lokal saja.

"Permen menara bersama mulai efektif hari ini," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Mohammad Nuh, di sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI di gedung DPR Jakarta, Senin (17/3/2008).

Nuh menjelaskan, dengan masa transisi dua tahun, operator yang belum mempunyai izin harus mengikuti aturan baru yang ada saat ini. Sedangkan bagi operator yang sudah mendapat izin, nantinya akan ada sinergi dengan operator lain yang sudah memiliki menara. "Sehingga tak perlu khawatir menara akan dirubuhkan."

Sementara, masalah perizinan pembangunan, kata dia, sepenuhnya menjadi kewenangan dari pemerintah daerah (pemda), pemerintah kota (pemkot), dan pemerintah kabupaten (pemkab). Adapun mengenai bangunan fisik, lanjutnya, menjadi kewenangan Departemen Pekerjaan Umum terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel, Gatot S Dewa Broto menambahkan, terkait mengenai kewenangan Pemda, Pemkot, dan Pemkab dalam aturan menara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38/2007,

"Secara umum tidak ada perubahan draft dari Permen. Meski belum diberi nomor, tapi Permen ini akan menjadi pedoman penggunaan menara telekomunikasi di Indonesia," tandasnya.

Sabtu, 15 Maret 2008

Perang Tarif Seluler, Dagelan atau Bukan?

[Info Pulsa] - Perang tarif seluler makin gila-gilaan. Operator-operator besar seperti Telkomsel, Indosat (GSM) dan XL berlomba-lomba menurunkan tarif baik untuk percakapan telepon maupun sms. Skema yang ditawarkan pun aneka ragam, mulai tarif per detik dan sekarang sampai puas. Namun punya satu kesamaan, sama sama bilang: “gue juga bisa kasih lebih murah”.

Lalu apa reaksi konsumen? Apakah langsung pindah nomor/pindah operator ke operator lain?

Mungkin ada yang begitu. Kalau saya sendiri malah bertanya: “Apa betul?” Kalau penasaran biasanya kita pelajari brosur iklan kemudian bikin perbandingan sederhana. Lihat syarat dan ketentuan. Kemudian dengan analisa masing-masing kita simpulkan memang ada yang murah, dan ada yang “tipuan” belaka.

Setelah itu apa? Apakah berlaku untuk seterusnya atau hanya pada masa promosi?

Jika memang berlaku untuk masa promosi yang cukup lama, mungkin saja itu bukan “tipuan” iklan semata. Tapi saya juga bertanya what’s on earth yang bisa mempertahankan kualitas jaringan selama masa promosi. The next thing I know, jaringan malah suka ngadat pada masa promosi seperti ini. Dulu waktu ada promo telepon gratis dari salah satu operator, telepon aja susah. Kalau bisa nyambung, cuma bertahan 10 menit. Operator yang bersangkutan kemudian minta maaf atas terjadinya lonjakan traffic pada jam-jam gratis tersebut.

“Penyakit” jaringan ngadat tersebut juga sudah terjadi di masa perang tarif seluler sekarang. Bukan cuma di kota besar, tapi juga di daerah pelosok. Kalau menurut salah satu pedagang handphone: “Uang mah moal bobodo, Jang!” Artinya, uang ngga akan nipu. You will get what you paid for.

Bukankah ini jadi mirip dagelan?

Ah, saya tidak sendirian, ada banyak orang yang lebih kritis dan punya opini yang lebih jernih dalam menyikapi perang tarif saat ini.

Senin, 10 Maret 2008

Segera diterbitkan Permen menara bersama telekomunikasi

[Bisnis] - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Muhammad Nuh mengatakan pihaknya segera mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) tentang menara bersama telekomunikasi pada Jumat minggu ini (14 Maret).

"Saya sudah intruksikan Jumat besok kita buat rapim rapat pimpinan. Rapim itu untuk finalisasi (permen menara bersama). Kalau Jumat rampung, langsung disahkan," kata Menkominfo usai melantik pengurus Badan Koordinasi Perhumasan (Bakohumas) Pemerintah di gedung Depkominfo di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan saat ini di departemennya mempunyai mekanisme baru yang harus dilalui sebelum menerbitkan peraturan menteri atau keputusan menteri yaitu melalui rapat pimpinan.

Untuk permen menara bersama, karena Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Postel) saat ini sedang berada di Bangkok Thailand dan baru kembali ke Jakarta pada Jumat (14 Maret), sehingga rapim baru digelar pada hari itu.

"Pak Basuki ada di Bangkok Thailand. Jumat pagi baru sampai. Jam 3 sore agenda rapat," kata Nuh.

Dia menambahkan, persoalan terakhir mengenai menara bersama yaitu sinkronisasi dengan pemerintah daerah propinsi maupun kabupaten/kota telah diselesaikan, sehingga rapim hanya untuk finalisasi permen saja.

Rabu, 05 Maret 2008

Menyoal ancaman perang tarif seluler terhadap FWA

[Bisnis Indonesia] - eberapa hari belakangan ini televisi, majalah, dan koran ramai menayangkan program penarifan baru operator telekomunikasi seluler. Tak ketinggalan juga baliho-baliho ukuran raksasa yang banyak terpampang di sudut-sudut jalan, seakan-akan menandai berlanjutnya perang tarif di sektor telekomunikasi bergerak tersebut.

Di antara sekian banyak program promosi baru itu, yang paling terasa adalah perang tarif antara PT Excelcomindo Pratama Tbk dengan PT Indosat Tbk. Bila dilihat dari sisi pelanggan, hingga akhir tahun lalu pelanggan Indosat mencapai 24,5 juta orang, XL 15,5 juta orang. Sementara itu PT Telkomsel telah menguasai lebih dari 50 juta pelanggan.

Program tarif promosi seluler yang cenderung jor-joran tersebut sepertinya bisa mengancam operator akses nirkabel tetap yang memiliki keterbatasan dalam hal mobilitas.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengungkapkan cepat atau lambat tarif seluler kemungkinan besar akan mendekati harga FWA (fixed wireless access) atau telepon tetap berbasis jaringan seluler. Yang masuk kelompok ini adalah Esia (Bakrie Telecom), StarOne (Indosat), dan TelkomFlexi (Telkom).

"Saat ini FWA yang memiliki mobilitas terbatas masih lebih murah dari seluler. Namun, hal itu akan berubah drastis bila lisensi akses gabungan [unified access licensing] mulai diterapkan di Indonesia," tegasnya.

Selasa, 04 Maret 2008

Asing Dilarang Masuk Industri Menara Telekomunikasi

[Detik] - Pemerintah secara tegas menolak masuknya pihak asing ke dalam industri menara telekomunikasi. Keputusan itu akan diperkuat dalam aturan menara bersama yang akan segera diterbitkan.

"Kami tidak ingin investor asing masuk ke bisnis menara yang nilainya mencapai Rp 100 miliar per tahun. Ini kesempatan untuk industri lokal," tegas Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi I DPR RI, Selasa (4/3/2008).

Keputusan itu pun langsung disambut baik oleh kalangan dewan. Menurut Basuki, pihaknya masih perlu mensinkronisasikan aturan menara tersebut dengan banyak pihak sebelum disahkan menjadi Peraturan Menteri.

"Tidak ada justifikasi bagi pihak asing untuk masuk ke industri ini karena pihak lokal masih mampu untuk mengerjakannya," dirjen menandaskan.